Pentingnya Memahami Risiko Keuangan dan Literasi bagi Generasi Milenial
Pentingnya Memahami Risiko Keuangan dan Literasi bagi Generasi Milenial
Seiring kemajuan teknologi keuangan, potensi risiko yang terlibat juga meningkat. Sebelum munculnya teknologi keuangan atau fintech, orang masih harus melakukan transaksi secara tradisional, terbatas pada industri perbankan seperti transaksi pembayaran, pinjaman, atau produk investasi. Biasanya, risiko menjadi tanggung jawab penuh pengelola transaksi, baik itu penerima uang atau lembaga perbankan.
Namun, saat ini, risiko juga ada pada pengguna, seperti bagaimana pengguna mengkonfigurasi keamanan akun mereka atau bagaimana masyarakat memahami produk keuangan yang mereka gunakan.
Untuk mengurangi risiko saat bertransaksi menggunakan produk keuangan, diperlukan pemahaman, keterampilan, dan kepercayaan diri dalam pengelolaan keuangan. Konsep ini lebih dikenal sebagai literasi keuangan. Meskipun bukan istilah baru, literasi keuangan semakin mendesak seiring perkembangan tren di masyarakat.
Salah satu tren ini adalah lingkungan keuangan yang semakin dinamis, umumnya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Misalnya, perdagangan elektronik yang mempercepat dan mendestabilisasi pasar keuangan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan masyarakat saat ini menghadapi pilihan produk keuangan yang lebih kompleks, seperti produk investasi atau pembiayaan online.
Risiko Transaksi Keuangan Online
Ketika membahas transaksi, tidak hanya tentang bagaimana pihak A mengirim uang ke pihak B. Ini juga termasuk transaksi data dan aktivitas lain yang melibatkan pengguna dengan lembaga perbankan atau entitas keuangan lainnya.
Salah satu risiko umum adalah praktik shadow banking, di mana ada entitas yang menyediakan layanan perbankan dari pengumpulan dana hingga penyaluran kredit yang tidak tunduk pada peraturan yang berlaku. Meskipun praktik ini sudah ada sejak lama, kehadiran shadow banking semakin umum dengan perkembangan industri fintech. Banyak pelaku shadow banking bersembunyi di balik perusahaan fintech, yang menjadi ancaman bagi pengguna produk keuangan. Konsekuensi dari shadow banking termasuk pencurian uang dan data pelanggan.
Selain shadow banking, ada risiko laten, yaitu ketidaktahuan konsumen tentang produk keuangan yang disediakan oleh perusahaan fintech. Ketidaktahuan konsumen tentang produk keuangan mengakibatkan mereka tidak memahami produk keuangan sesuai kebutuhan mereka, yang dapat merugikan calon pengguna.
Contoh sederhana adalah masalah suku bunga majemuk pada pembayaran kembali pinjaman, yang sering diabaikan oleh peminjam. Karena ketidaktahuan ini, peminjam sering kewalahan dan terjebak dalam utang yang lebih besar.
Di sinilah literasi keuangan berperan. Semakin besar literasi keuangan, semakin besar kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang produk keuangan.
Apakah Generasi Milenial Paling Berisiko?
Melihat tingkat literasi Indonesia yang dicatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, yang belum mencapai 50%, dapat disimpulkan bahwa setiap lapisan masyarakat berpotensi terkena risiko keuangan.
Namun, jika kita juga melihat data dari AFTECH (Asosiasi Fintech Indonesia) pada tahun 2020, pengguna fintech didominasi oleh generasi milenial (usia 25 hingga 34 tahun), mencapai 39%. Angka ini menunjukkan bahwa generasi milenial adalah generasi yang paling rentan terhadap risiko keuangan.
Seperti diketahui, kemajuan teknologi memiliki tempat khusus di mata generasi milenial, yang dimanfaatkan oleh pelaku fintech untuk memperkenalkan produk mereka. Namun, pengenalan fintech di kalangan generasi ini tidak sejalan dengan kesadaran akan pentingnya manfaat dan risiko produk keuangan. Banyak anak muda tertarik pada produk fintech terbaru tanpa mempertimbangkan kegunaan inovasi ini dari segala aspek, seperti keamanan dan efek jangka panjang. Hal ini mengakibatkan penggunaan mereka terbatas pada produk segmen tertentu, dan jenis produk keuangan lainnya tetap belum terjelajahi.
Fenomena ini mencerminkan tingkat literasi keuangan yang relatif rendah di kalangan generasi milenial. Menurut OJK pada tahun 2019, tingkat literasi keuangan di kalangan generasi milenial hanya 33,5%.
Kondisi ini juga tercermin dalam Indonesia Millennial Report 2019, di mana produk keuangan yang digunakan oleh generasi milenial masih terbatas pada sektor keuangan transaksional non-tunai seperti e-wallet dan e-money, yang cenderung mengarah pada aktivitas konsumtif. Perilaku konsumtif ini didorong oleh pola gaya hidup Fear of Missing Out (FOMO), yang semakin meningkat dengan kehadiran media sosial.
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), 1 dari 3 generasi milenial tidak aman secara finansial. Kondisi keuangan ini tercermin pada individu yang tidak memiliki cadangan ketika mereka kehilangan pekerjaan atau ketika biaya hidup mereka meningkat.
Namun, ketika berbicara tentang produk keuangan, ada berbagai produk yang dapat membantu generasi milenial meningkatkan kinerja keuangan mereka. Salah satunya adalah aplikasi perencanaan keuangan pribadi yang dapat membantu generasi milenial mengelola aset keuangan mereka. Dengan aplikasi ini, mereka dapat memperoleh informasi komprehensif yang mencakup pendapatan, pengeluaran, dan perencanaan masa depan dalam jangka panjang.
Ketika berbicara tentang literasi keuangan, tidak hanya tentang pengetahuan keuangan itu sendiri tetapi juga tentang bagaimana produk keuangan yang digunakan dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan. Dengan demikian, kurangnya literasi keuangan juga berdampak pada meningkatnya risiko keamanan data.
Misalnya, ketidaktahuan masyarakat tentang peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan produk keuangan mengakibatkan masyarakat sering terjebak dalam praktik transaksi keuangan yang berbahaya, seperti phishing atau pencurian data, skema Ponzi, atau penipuan oleh individu yang tidak bertanggung jawab.
Pentingnya Literasi Keuangan dan Cara Meningkatkannya
Dalam memahami pentingnya literasi keuangan, ada dua poin utama yang mendorong masyarakat untuk memiliki pemahaman komprehensif tentang produk keuangan dan cara mengelolanya.
Pertama, keamanan data informasi. Semakin terbuka informasi melalui teknologi, semakin besar risiko terhadap keamanan data. Banyak penjahat keuangan memanfaatkan peluang perkembangan fintech sebagai bagian dari modus operandi kejahatan mereka.
Untuk mencegah praktik ilegal seperti ini, masyarakat dapat mencari informasi tentang perusahaan fintech yang ingin mereka gunakan. Di Indonesia, perusahaan fintech yang terdaftar dan memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) biasanya memiliki jaminan regulasi dalam mengelola data pelanggan dan dapat dimintai pertanggungjawaban.
Selain itu, masyarakat dapat memastikan bahwa layanan fintech telah menerapkan standar manajemen keamanan informasi, artinya layanan fintech memiliki jaminan dalam melindungi data konsumen.
Poin kedua adalah pengelolaan keuangan. Tanpa literasi keuangan yang baik, masyarakat cenderung kurang memiliki perencanaan keuangan yang baik, mengakibatkan ketidaktahuan tentang pengeluaran dan pendapatan keuangan mereka. Jika tidak dikendalikan, uang bisa hilang tanpa disadari, membuat orang lebih rentan terhadap ketidakstabilan keuangan ketika menghadapi situasi darurat.
Selain itu, masyarakat mungkin terjebak dalam praktik investasi yang salah atau bahkan skema Ponzi. Karena, pada dasarnya, investasi harus sesuai dengan karakter dan perencanaan keuangan investor. Jika salah, bukannya untung, investor malah rugi.
Sebagai calon pengguna, masyarakat dapat mencari tahu tentang produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Saat ini, produk fintech tidak terbatas pada pembayaran atau akses pembiayaan. Mereka juga fokus pada perencanaan keuangan dan investasi.
Menyadari betapa pentingnya literasi keuangan untuk mencegah risiko di dalamnya, masyarakat didorong untuk tidak ragu menggunakan layanan atau produk keuangan, mulai dari manajemen keuangan pribadi. Selain itu, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka tentang pengelolaan keuangan dan produknya melalui artikel keuangan, podcast, seminar, atau bahkan konsultasi langsung dengan para ahli.