Sinergi antara Fintech dan Pemerintah untuk Bantuan Sosial COVID-19 di Indonesia
Sinergi antara Fintech dan Pemerintah untuk Bantuan Sosial COVID-19 di Indonesia
Indonesia telah mengalami masalah distribusi bantuan sosial yang tidak merata sejak pandemi dimulai. Dari skandal korupsi hingga sasaran penerima bantuan yang meleset, pemerintah Indonesia menerima kritik terkait ketidakmampuan gugus tugas COVID-19. Menurut Ombudsman Indonesia, masyarakat Indonesia tidak puas dengan lambatnya penyaluran bantuan sosial, selain kurangnya kejelasan dari pemerintah pusat dan daerah tentang program tersebut.
Salah satu masalah utama yang menghambat keberhasilan program ini adalah kurangnya data yang akurat dari pemerintah, kementerian, dan lembaga negara. Data yang tidak akurat telah menjadi masalah bagi berbagai institusi di Indonesia, negara dengan lebih dari 260 juta penduduk di mana setiap daerah menggunakan alat manajemen data dan proses verifikasi yang berbeda. Dilaporkan bahwa banyak warga tidak mendapatkan manfaat karena tidak terdaftar; bahkan mereka yang terdaftar sering kali belum menerima bantuan yang dijanjikan karena alasan yang tidak diketahui.
Untuk menghindari hambatan-hambatan ini terulang kembali dalam penyaluran berikutnya, pejabat Indonesia melalui Kementerian Sosial telah menyusun rencana untuk meluncurkan inisiatif baru, bekerja sama dengan Bank Indonesia dan OJK bersama perusahaan teknologi keuangan (fintech), dengan harapan dapat menyalurkan bantuan sosial ke seluruh negeri dengan lebih lancar.
Mempercepat Penyaluran Bantuan Sosial melalui Digitalisasi
Menteri Sosial Indonesia, Tri Rismaharani, menyatakan keinginan kementerian untuk memanfaatkan fintech dalam menyalurkan dana bantuan pemerintah. Dengan transaksi manual yang menghadapi berbagai masalah, fintech diharapkan dapat mengisi celah tersebut dengan kenyamanan yang lebih besar dan memfasilitasi pemantauan penyaluran kepada penerima.
Melalui program Pemerintah-ke-masyarakat (G2P) 4.0, Kementerian Sosial bersama Bank Indonesia bertujuan untuk mempercepat digitalisasi penyaluran program bantuan sosial (bansos). Inisiatif ini akan bergantung pada lima langkah untuk memperkuat berbagai aspek sistem pembayaran yang mengutamakan kecepatan, kenyamanan, keterjangkauan, keamanan, dan keandalan:
- Memperkuat infrastruktur sistem pembayaran untuk mendukung penyaluran program bantuan sosial (bansos).
- Layanan pembayaran yang saling terhubung melalui pembayaran digital dan saluran agen/pedagang.
- Memastikan keamanan dengan melindungi akses ke dana melalui autentikasi dua faktor, yaitu nama pengguna dan kata sandi, menggunakan kombinasi karakter dan data biometrik.
- Pemanfaatan multi-saluran melalui berbagai instrumen dan saluran, seperti berbasis kartu atau ponsel serta Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
- Perluasan gerai yang menawarkan transaksi bansos, termasuk branchless banking atau layanan keuangan digital (LKD), pedagang, dan ATM.
Bank Indonesia ingin mengajak pelaku fintech di Indonesia untuk berpartisipasi dalam program ini dengan mempercepat implementasi QRIS dan menghubungkan industri perbankan dan fintech melalui Standar API Pembayaran Terbuka. Pelaku fintech di beberapa vertikal seperti e-wallet dan P2P lending ditugaskan dengan tugas khusus untuk membantu program bantuan pemerintah. LinkAja, mitra lama pemerintah, telah ditunjuk untuk membantu penyaluran bantuan sosial. OVO, raksasa e-wallet lainnya, akan menyalurkan subsidi listrik pemerintah bekerja sama dengan PLN untuk 100.000 keluarga di Indonesia. Pemerintah juga telah mengalokasikan dana pemulihan nasional untuk Investree, penyedia P2P Lending, untuk disalurkan kepada penerima usaha kecil.
Bagaimana Fintech Membantu Distribusi Bantuan Pemerintah?
Dengan berbagai keuntungan menggunakan fintech, banyak yang masih skeptis tentang keamanan penggunaannya dalam program besar ini yang melibatkan data publik dan dana pemerintah. Pejabat Kementerian Sosial memastikan keamanan data penerima, menunjukkan bahwa dengan fintech, setiap transaksi tercatat, fitur yang tidak ada dalam distribusi manual saat ini. Melibatkan fintech juga menghindari kesalahan sasaran, masalah yang terus berulang karena data yang tidak komprehensif. Dengan dukungan Bank Indonesia, bank dan fintech akan mengumpulkan data untuk menentukan penerima bantuan pemerintah secara memadai.
Perbankan dikenal memiliki sistem akuntabilitas yang komprehensif dalam hal profiling kreditur. Hal ini dapat diterapkan untuk menentukan penduduk mana yang berhak atas paket bantuan, sementara fintech bertanggung jawab untuk mendistribusikan dan memantau pengeluaran manfaat kepada penerima yang dipilih. Fintech di Indonesia telah mampu menjangkau populasi yang tidak memiliki rekening bank dengan menargetkan jumlah pengguna ponsel yang terus bertambah. Dengan mengakses dana melalui aplikasi seluler mereka, penerima diharapkan dapat menerima bantuan dengan lebih mudah sekaligus memantau proses distribusi.
Kekhawatiran lain yang muncul adalah infrastruktur internet yang tidak merata di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Dengan skema baru yang sepenuhnya mendigitalkan distribusi bantuan sosial, para ahli khawatir keterbatasan koneksi internet akan mengecualikan penerima yang berhak. Untuk saat ini, Kementerian Sosial mengarahkan upaya mereka untuk menjangkau daerah yang tidak terjangkau dengan PT Pos Indonesia yang menangani distribusi manual. Mengakui ketidaksetaraan akses internet, pemerintah menegaskan bahwa mempercepat pembangunan infrastruktur teknologi akan menjadi prioritas mereka.
Kolaborasi antara fintech dan lembaga pemerintah terkait bantuan kesejahteraan sosial telah diterapkan oleh negara-negara lain di dunia. India, melalui program Aadhaar mereka, berhasil menghubungkan 339 juta warga negara ke bank dengan data biometrik lengkap seperti sidik jari dan identifikasi iris serta pengumpulan data komprehensif termasuk nama, alamat, tanggal lahir, dan nomor ponsel. Program Aadhaar terbukti menurunkan tingkat korupsi dana karena penerima menerima manfaat mereka langsung dari sistem, meminimalkan peluang penyalahgunaan oleh pejabat. Kolaborasi pemerintah dengan fintech juga membantu mengurangi waktu respons dan mempermudah penarikan bagi penerima.
Setiap kekhawatiran mengenai efektivitas keterlibatan fintech dalam bantuan dana pemerintah perlu ditangani baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan fintech itu sendiri. Dengan langkah-langkah yang cermat, digitalisasi penyaluran bantuan sosial diyakini menjadi solusi untuk meningkatkan distribusi dana bantuan COVID-19 Indonesia yang kurang memuaskan.